CEO Lippo Group Meminta Maaf, Mengenai Izin Meikarta
Pro-kontra mengenai hunian modern bertajuk Meikarta bukan hanya soal iklannya saja. Banyak masyarakat yang menilai bahwa iklan Meikarta tidak memiliki empati sosial, sarat dengan kesenjangan sosial, dan ada juga yang menyebutkan bahwa iklan Meikarta terkesan meremehkan Jakarta.
Selain iklan, ternyata izin Meikarta bermasalah. Menurut Obbudsman RI, seharusnya Lippo Group belum diperkenankan untuk mengiklankan Meikarta, sebab hal itu terkait dengan Meikarta belum ada izin.
Jenis Perizinan Yang Perlu Terselesaikan
Beberapa perizinan Meikarta meliputi Amdal Meikarta (Analisis Dampak Lingkungan) dan IMB (Izin Mendirikan Bangunan) Meikarta belum dikantongi oleh perusahan properti tersebut. Obbudsman RI menilai bahwa Lippo Group telah melakukan pelanggaran terhadap Undang-undang no. 20 tahun 2011 mengenai rumah susun.
Pasal 42 ayat dua UU no. 20 tahun 2011 menyebutkan bahwa pemasaran dapat dilakukan apabila pengembang sudah memiliki kepastian peruntukan ruang, hak atas tanah, status penguasaan rumah susun, perizinan pembangunan rumah susun, serta jaminan pembangunan rumah susun dari lembaga penjamin.
Iklan yang dilakukan oleh Lippo Group terhadap Meikarta merupakan salah satu bentuk pemasaran. Untuk itu, upaya pemasaran tersebut merupakan sebuah pelanggaran berdasarkan UU no. 21 tahun 2011 terkait belum lengkapnya perizinan Meikarta yang dimiliki.
Lippo Group selama ini gencar untuk melakukan promosi mengenai jumlah lahan sebesar 500 hektar untuk dijadikan hunian. Padahal, berdasarkan surat keputusan oleh Gubernur Jawa Barat pada tahun 1994, lahan untuk pembangunan Meikarta hanyalah 84,6 hektar.
Untuk itu, Komisioner ombudsman RI mengharapkan Lippo Group mengoreksi iklannya agar tidak terlalu bombastis dalam menjual visinya.
Proses Perizinan Masih Dalam Proses
Hal tersebut diakui oleh CEO Lippo Group yaitu James Riady. Ia mengakui bahwa izin Meikarta masih dalam proses kelengkapan. Masih ada beberapa izin Meikarta yang masih kurang. Sebab menurutnya Lippo Group lebih memfokuskan pada pemenuhan defisit perumahan yang telah mencapai berjuta unit. Menurutnya, masalah yang harus dipecahkan terlebih dahulu adalah mengenai kesejahteraan sosial, karena kebutuhan masyarakat yang paling utama adalah perumahan.
Lippo Group menganggap bahwa proyek megapolitan Meikarta adalah solusi dari masalah tersebut. Harga rumah yang terjangkau dan dapat dicicil menjadi kelebihan dari Meikarta. Sehingga, masyarakat bisa dengan mudah memiliki rumah.
Meskipun izin Meikarta masih dalam proses namun antusias masyarakat cukup besar untuk memiliki hunian di Meikarta. Hal tersebut terbukti dengan adanya lebih dari 130.000 booking fee untuk masuk ke Meikarta dalam masa promosi selama dua bulan.
Soal izin Meikarta terkait luas lahan yang tidak sesuai dengan promosi yang dilakukan oleh Lippo Group sebenarnya akan diurus secara bertahap. Izin Meikarta yang dikantongi memang hanya 84 hektar, tetapi itu masih dalam tahap pertama.
Untuk selanjutnya Lippo Group akan mengurusnya sejalan dengan luas lahan yang akan digarap. Menurut CEO Lippo Group Meikarta izin sudah diurus, karena tidak mungkin pergerakan perusahaan tersebut tidak terlihat meskipun tanpa izin padahal proyek tersebut berskala besar.